Jumat, 12 Februari 2016

PROYEK GORONG-GORONG SENILAI Rp. 12 MILYAR BERANTAKAN KARENA TIDAK SESUAI KONTRAK





Seiring dengan semakin berkembangnya kebutuhan di Indonesia dan juga tepatnya di Kota Kediri tentu juga diiringi dengan maraknya pembangunan. Pembangunan bisa berupa jalan, bangunan, dan lain sebagainya yang dilaksanakan oleh kontraktor milik pemerintah ataupun kontraktor swasta. Tetapi pada kenyataannya terkadang terdapat perbedaan antara kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya di kontrak kerja dan kenyataan dilapangan yang justru bisa berakibat sangat fatal dan dibawa ke ranah hukum. Seperti contoh kasus yang terjadi pada proyek drainase pembangunan gorong-gorong di kota Kediri berikut seperti yang diberitakan olehwww.lensaindonesia.com yang berjudul “Kejari Kota Kediri Temukan Banyak Kejanggalan Proyek Gorong-Gorong” LENSAINDONESIA.COM: Kejaksaan Negeri Kota Kediri telah menemukan beberapa kejanggalan pada proyek drainase pembangunan Gorong-Gorong yang dibiayai APBD 2015 senilai Rp12 miliar. Kasi Intel Kejari Kota Kediri Dodik, SH mengatakan, beberapa kejanggalan tersebut diantaranya, 20 rekanan beralamat fiktif, perencanaan pembangunan asal-asalan (tak sesuai spek), serta pengerjaan yang melewati batas waktu yang ditetapkan dalam kontrak. “Dari laporan anak-anak (intel) di lapangan ada beberapa rekanan yang alamatnya fiktif. Kami mengetahui hal itu setelah melakukan pengecekan,” ungkap Dodik kepada LICOM, Jumat (08/01/2015). Dodik juga geleng kepala melihat amburadulnya proyek belasan miliar rupiah tersebut. Ia mencontohkan, pengerjaan gorong-gorong di depan kantor kejaksaan sepanjang kurang lebih 7 meter tetapi oleh hanya dikerjakan 5 meter saja. “Hingga selesai proyek, saya tunggu dan saya tanyakan penjaga tak pernah melihat ada tukang ukur dari pihak Pemkot Kediri,” ujarnya. Dodik mengungkapkan, kejanggalan juga terjadi pada kontrak yang dipakai oleh Dinas Pekerjaan Umum yang menggunakan unit price. “Pembayaran pada rekanan akan dilakukan usai mereka mengerjakan proyek dan diukur oleh pihak DPU lalu dibayar. Dugaan penyimpangan ada disitu,” katanya. Hingga saat ini, Kepala Dinas PU Kota Kediri, Kasnan belum bisa dikonfirmasi terkait dugaan penyimpangan dalam proyek drainase ini. Diketahui, proyek pembangunan Gorong-Gorong Kota Kediri molor dan amburadul. Pekerjaan yang seharusnya selesai bulan Desember 2015 lalu tersebut hingga memasuki bulan Januari 2016 ini belum juga kelar. Dugaan sementara, proyek yang dibiayai APBD Kota Kediri Rp 12 miliar ini saat penyimpangan. Sebab beberapa bagian gorong-gorong yang baru dibangun sudah pada rusak. Dari pantauan LICOM di lapangan, kerusakan gorong-gorong terjadi di Jl Panglima Sudirman, Jl Semeru, Jl Agus Salim serta Hos Cokroaminoto. Rusaknya gorong-gorong ini dipastikan terjadi akibat kontraktor tidak mengerjakan bangunan sesuai dengan spek yang ditentukan. Sesuai kontrak Pemkot Kediri dengan antara pihak rekanan, proyek gorong gorong di 20 titik tersebut menggunakan sistem unit price (Kontrak Harga Satuan). Artinya, kontrak dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan dan akan diukur ulang untuk menentukan volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan, atau dalam bahasa Inggris: “A Unit Price Contract is a contract where the Bill of Quantity is subject to remeasurement”. Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000 Pasal 21 ayat (2) mengatakan: “Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Harga Satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 2 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu yang volume pekerjaannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan Penyedia Jasa”. Selanjutnya dalam penjelasan ayat ini tertulis: “Pada pekerjaan dengan bentuk imbalan harga satuan, dalam hal terjadi pembetulan perhitungan perincian harga penawaran dikarenakan adanya kesalahan aritmatik, harga penawaran total dapat berubah, akan tetapi harga satuan tidak boleh diubah. Koreksi aritmatik hanya boleh dilakukan pada perkalian antara volume dengan harga satuan. Semua risiko akibat perubahan karena adanya koreksi aritmatik menjadi tanggung jawab awab sepenuhnya Penyedia Jasa. Penetapan pemenang lelang berdasarkan harga penawaran terkoreksi. Selanjutnya harga penawaran terkoreksi menjadi harga kontrak (nilai pekerjaan). Harga Satuan juga menganut prinsip lump sum”.



Penyangga Gedung RSUD Bulukumba Runtuh






Penyangga Gedung RSUD Bulukumba Runtuh



Seiring dengan semakin berkembangnya kebutuhan di Indonesia dan juga tepatnya di Sulawesi tentu juga diiringi dengan maraknya pembangunan. Pembangunan bisa berupa jalan, bangunan, dan lain sebagainya yang dilaksanakan oleh kontraktor milik pemerintah ataupun kontraktor swasta.

Tetapi pada kenyataannya terkadang terdapat perbedaan antara kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya di kontrak kerja dan kenyataan dilapangan yang justru bisa berakibat sangat fatal dan dibawa ke ranah hukum. Seperti contoh kasus yang terjadi di proyek bangunan RSUD Bulukumba berikut seperti yang diberitakan oleh www.pojoksulsel.com yang berjudul “Legislator Geleng-Geleng Kepala Sidak Bangunan RSUD Bulukumba”

POJOKSULSEL.com, BULUKUMBA – Sebanyak lima belas anggota DPRD Bulukumba di pimpin Ketua dan Wakil Ketua I geleng geleng kepala sewaktu melakukan sidak (inspeksi mendadak) ke bangunan gedung B Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Dg Radja Bulukumba, Senin (11/1/2016) siang. Unsur pimpinan DPRD yang melakukan Sidak yakni Ketua DPRD, A.Hamzah Pangki, Wakil Ketua I, Syamsir Paro, dan lima belas anggota DPRD lainnya.

Bahkan beberapa anggota DPRD dan unsur Wakil Ketua terlihat murka dan marah karena menilai proses pembangunan gedung senilai Rp72 Miliar tersebut terkesan dikerjakan secara tidak profesional.

“Ini tidak profesional dan terkesan asal-asalan,” ucap Syamsir Paro. Kemarahan Wakil Ketua DPRD bersama beberapa anggota dewan kian memuncak setelah melihat penyangga atau steeling bangunan berlantai dua tersebut sudah roboh dan besi serta semen cornya tergeletak ditanah. Guna melakukan peninjauan secara menyeluruh dalam sidak kali ini, Legislator DPRD Bulukumba juga melihat hasil bangunan dari berbagai sudut.

“Finisingnya kasar dan sangat tidak profesional,” gerutu Hj.Aminah,legislator Partai Golkar di depan site Manager ,Ilham. Amarah unsur pimpinan DPRD, membuat Ilham dan para pekerja hanya bisa terdiam dan tidak sekalimat pun mengeluarkan bantahan. Untuk itu, Ketua DPRD, Hamzah Pangki bersama Wakil Ketua dan legislator lainnya sepakat PT Bumi Karsa selaku kontraktor melakukan penyempurnaan sesuai dengan bestek.

Hamzah Pangki menekankan, PT Bumi Karsa harus memiliki itikad baik untuk mewujudkan bangunan dengan baik dan sempurna. Pasalnya, dana Pinjaman PIP yang sudah ketuk palu tahun 2013 lalu sebesar Rp 73 Miliar harus bisa dipertanggungjawabkan. Bahkan Syamsir Paro pesimis jika pengerjaan proyek tersebut dapat selesai pas hari jadi Bulukumba, berhubung masih banyak kekurangan disana sini.

“Site manager Bumi Karsa tadi meminta penambahan waktu lagi selama 50 hari, jika dihitung dari sekarang, diperkirakan minggu kedua Maret 2016 baru bisa rampung total dinda,” pungkasnya kepada Pojoksulsel, Senin (11/1) sore.
(andi awal/pojoksulsel)

Sedangkan berdasarkan Pasal 43 UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi disebutkan, barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan menyebabkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana maksimal lima tahun penjara atau didenda maksimal 10 persen dari nilai kontrak.

Refrensi