PROYEK GORONG-GORONG SENILAI Rp. 12 MILYAR BERANTAKAN KARENA TIDAK SESUAI KONTRAK
Seiring dengan semakin berkembangnya kebutuhan
di Indonesia dan juga tepatnya di Kota Kediri tentu juga diiringi dengan
maraknya pembangunan. Pembangunan bisa berupa jalan, bangunan, dan lain
sebagainya yang dilaksanakan oleh kontraktor milik pemerintah ataupun
kontraktor swasta. Tetapi pada kenyataannya terkadang terdapat
perbedaan antara kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya di kontrak kerja dan
kenyataan dilapangan yang justru bisa berakibat sangat fatal dan dibawa ke
ranah hukum. Seperti contoh kasus yang terjadi pada proyek drainase pembangunan
gorong-gorong di kota Kediri berikut seperti yang diberitakan olehwww.lensaindonesia.com yang berjudul “Kejari Kota Kediri
Temukan Banyak Kejanggalan Proyek Gorong-Gorong” LENSAINDONESIA.COM: Kejaksaan Negeri Kota Kediri telah menemukan beberapa
kejanggalan pada proyek drainase pembangunan Gorong-Gorong yang dibiayai APBD
2015 senilai Rp12 miliar. Kasi Intel Kejari Kota Kediri Dodik, SH mengatakan,
beberapa kejanggalan tersebut diantaranya, 20 rekanan beralamat fiktif,
perencanaan pembangunan asal-asalan (tak sesuai spek), serta pengerjaan yang
melewati batas waktu yang ditetapkan dalam kontrak. “Dari laporan anak-anak (intel) di lapangan
ada beberapa rekanan yang alamatnya fiktif. Kami mengetahui hal itu setelah
melakukan pengecekan,” ungkap Dodik kepada LICOM, Jumat (08/01/2015). Dodik
juga geleng kepala melihat amburadulnya proyek belasan miliar rupiah tersebut.
Ia mencontohkan, pengerjaan gorong-gorong di depan kantor kejaksaan sepanjang
kurang lebih 7 meter tetapi oleh hanya dikerjakan 5 meter saja. “Hingga selesai proyek, saya tunggu dan saya
tanyakan penjaga tak pernah melihat ada tukang ukur dari pihak Pemkot Kediri,”
ujarnya. Dodik mengungkapkan, kejanggalan juga terjadi pada kontrak yang
dipakai oleh Dinas Pekerjaan Umum yang menggunakan unit price. “Pembayaran pada
rekanan akan dilakukan usai mereka mengerjakan proyek dan diukur oleh pihak DPU
lalu dibayar. Dugaan penyimpangan ada disitu,” katanya. Hingga saat ini, Kepala Dinas PU Kota Kediri,
Kasnan belum bisa dikonfirmasi terkait dugaan penyimpangan dalam proyek
drainase ini. Diketahui, proyek pembangunan Gorong-Gorong Kota Kediri molor dan
amburadul. Pekerjaan yang seharusnya selesai bulan Desember 2015 lalu tersebut
hingga memasuki bulan Januari 2016 ini belum juga kelar. Dugaan sementara,
proyek yang dibiayai APBD Kota Kediri Rp 12 miliar ini saat penyimpangan. Sebab
beberapa bagian gorong-gorong yang baru dibangun sudah pada rusak. Dari pantauan LICOM di lapangan, kerusakan
gorong-gorong terjadi di Jl Panglima Sudirman, Jl Semeru, Jl Agus Salim serta
Hos Cokroaminoto. Rusaknya gorong-gorong ini dipastikan terjadi akibat
kontraktor tidak mengerjakan bangunan sesuai dengan spek yang ditentukan. Sesuai
kontrak Pemkot Kediri dengan antara pihak rekanan, proyek gorong gorong di 20
titik tersebut menggunakan sistem unit price (Kontrak Harga Satuan). Artinya, kontrak dimana volume pekerjaan yang
tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan dan akan diukur ulang untuk
menentukan volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan, atau dalam bahasa
Inggris: “A Unit Price Contract is a contract where the Bill of Quantity is
subject to remeasurement”. Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000
Pasal 21 ayat (2) mengatakan: “Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan
Harga Satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 2
merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu
tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap
satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu yang volume
pekerjaannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan
yang benar-benar telah dilaksanakan Penyedia Jasa”. Selanjutnya dalam penjelasan ayat ini
tertulis: “Pada pekerjaan dengan bentuk imbalan harga satuan, dalam hal terjadi
pembetulan perhitungan perincian harga penawaran dikarenakan adanya kesalahan
aritmatik, harga penawaran total dapat berubah, akan tetapi harga satuan tidak
boleh diubah. Koreksi aritmatik hanya boleh dilakukan pada perkalian antara
volume dengan harga satuan. Semua risiko akibat perubahan karena adanya
koreksi aritmatik menjadi tanggung jawab awab sepenuhnya Penyedia Jasa.
Penetapan pemenang lelang berdasarkan harga penawaran terkoreksi. Selanjutnya
harga penawaran terkoreksi menjadi harga kontrak (nilai pekerjaan). Harga
Satuan juga menganut prinsip lump sum”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar